Dalam kehidupan masyarakat, terdapat momen-momen yang secara bersamaan menyajikan dinamika politik dan spiritual. Di satu sisi, terdapat momen penting dalam politik suatu negara, seperti pemilihan presiden (pilpres). Di sisi lain, ada momen keagamaan yang memiliki makna mendalam, seperti bulan Sya’ban dalam kalender Islam.
Bulan Sya’ban, sebagaimana dijelaskan dalam tradisi Islam, adalah sebuah masa yang ditandai dengan refleksi dan persiapan menuju bulan suci Ramadhan. Namun, sebelum memasuki makna religiusnya, marilah kita menggali sedikit tentang asal-usul nama “Sya’ban”.
Dalam budaya pra-Islam, orang-orang Arab memberi nama pada bulan-bulan berdasarkan peristiwa atau fenomena yang terjadi pada waktu itu. Sya’ban bukanlah pengecualian. Istilah “Sya’ban” sendiri memiliki makna yang dalam. Menurut ahli bahasa Abu Abbas Ahmad bin Yahya Tha’lab, bulan Sya’ban disebut demikian karena arti katanya adalah “puncak gunung.” Ini menunjukkan bahwa bulan ini muncul di antara bulan Rajab dan Ramadhan, seolah-olah menjadi puncak antara dua periode penting dalam kalender Islam.
Namun, dalam suasana yang serba cepat dan beragam seperti saat ini, kadang-kadang perhatian teralihkan dari makna spiritual bulan Sya’ban oleh keriuhan politik, khususnya pemilihan presiden atau pilpres. Pilpres adalah momen penting di mana warga negara memilih pemimpin mereka, dan seringkali mendominasi perbincangan publik dan media.
Pada hari-hari ini , kita disuguhkan dengan kontras antara kepentingan politik dunia dengan nilai-nilai spiritual yang diusung oleh bulan Sya’ban. Meskipun keduanya berbeda dalam konteks dan tujuan, keduanya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap masyarakat.
Pilpres sering kali memicu perpecahan dan polarisasi dalam masyarakat, dengan berbagai pandangan politik dan ideologi bersaing satu sama lain. Di sisi lain, bulan Sya’ban mengajarkan kesederhanaan, introspeksi, dan kesiapan untuk menyambut bulan suci Ramadhan.
Dalam kesibukan diskusi hiruk pikuk pemilihan presiden, terkadang kita lupa untuk menghargai nilai-nilai spiritual yang diusung oleh bulan Sya’ban. Namun, pada saat yang sama, bulan Sya’ban juga mengajarkan kita untuk menjaga keadilan dan kebersamaan dalam pergulatan politik.
Dengan melihat kontras antara kedua momen tersebut, kita diingatkan akan pentingnya menjaga keseimbangan antara kepentingan dunia dan nilai-nilai spiritual. Pilpres mungkin menjadi tonggak penting dalam perjalanan politik suatu negara, tetapi bulan Sya’ban mengajarkan bahwa ada lebih dari sekadar kekuasaan dan politik. Ia mengingatkan kita akan pentingnya hubungan kita dengan Tuhan dan sesama manusia, serta pentingnya kesadaran diri dan refleksi atas perbuatan kita.
Dalam akhirnya, baik pilpres maupun bulan Sya’ban memberikan kesempatan bagi kita untuk tumbuh dan berkembang, baik secara politik maupun spiritual. Mereka saling melengkapi, menciptakan keseimbangan yang diperlukan untuk keberlangsungan harmoni dalam masyarakat.