Oleh: Muhammad Reza Ardhana, S.Pd
Menjadi sebuah kewajiban bagi kita sebagai hamba Allah untuk senantiasa mengungkapkan rasa syukur kita biqauli Alhamdulillahirabbilalamin atas anugerah berbagai kenikmatan yang tak bisa kita hitung satu persatu ini. Nikmat yang paling utama adalah nikmat iman dan Islam serta nikmat umur dan kesehatan. Nikmat yang telah kita rasakan dalam kehidupan selama ini harus menjadi penyebab kita setiap harinya bertambah dekat dengan Allah menjadikan kita pribadi yang pandai bersyukur dan pandai berterima kasih. Hari senantiasa berganti, tapi iman selalu kokoh di dalam hati semoga senantiasa terbawa hingga akhir hayat nanti.
Sebagai seorang hamba Allah, sudah sepatutnya kita senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan-Nya. Allah telah melimpahkan banyak anugerah kepada kita, baik yang terlihat maupun yang tidak kita sadari. Nikmat terbesar yang harus kita syukuri adalah nikmat iman dan Islam, karena dengan kedua nikmat ini, kita dapat menjalani kehidupan dengan tujuan yang jelas, yakni menggapai ridha Allah dan keselamatan di akhirat.
Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an:
وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَاۤ
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.”
(QS. Ibrahim: 34)
Bertambahnya waktu merupakan keniscayaan. Pergantian tahun Islam maupun masehi telah terlewati. Bilangan angkanya memang bertambah, tapi pada hakikatnya umur semakin berkurang. Oleh karena itu, bermuhasabah harusnya menjadi hal yang pertama kita lakukan dalam proses pergantian tahun. Muhasabah adalah melakukan introspeksi diri terhadap perjalanan kehidupan dan ibadah di hari, bulan, ataupun tahun-tahun yang telah berlalu. Muhasabah ini bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada diri kita sendiri tentang: Apa yang telah kita lakukan? Apakah kita sudah memiliki niat yang benar dalam menjalankan kehidupan yang Allah amanatkan kepada kita? Pernahkan kita melanggar kewajiban-kewajiban di waktu-waktu sebelumnya? Lebih banyak mana maksiat dibanding ibadah yang dilakukan? Apa kita menyesali dosa-dosa yang telah lalu atau bersikap biasa saja tanpa ada niat untuk mengubahnya? Serta pertanyaan-pertanyaan introspektif lainnya untuk mengevaluasi ibadah kita selama ini.
Muhasabah merupakan perilaku penting untuk mempertimbangkan kemana pijakan kita untuk melangkah selanjutnya. Jangan sampai dengan terus berjalannya waktu, kita tidak mampu mengambil Ibrah, hikmah, dan pengalaman. Dengan merenungkan masa lalu, kita bisa meninggalkan hal-hal yang negatif dan mengambil sisi-sisi positif sebagai bekal menghadapi masa depan.Salah satu nikmat yang sering kita lupakan adalah nikmat usia. Hari-hari yang terus berlalu, bulan yang silih berganti, dan tahun yang terus bertambah sejatinya mengurangi jatah hidup kita di dunia. Namun, tidak semua orang menyadari bahwa waktu yang terus berjalan ini adalah kesempatan untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas ibadah. Sebagaimana yang diingatkan dalam firman Allah:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌۭ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۢ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Hasyr: 18)
Muhasabah: Merenungi Perjalanan Hidup
Sebentar lagi kita akan memasuki bulan suci Ramadan, bulan yang penuh berkah dan ampunan. Sebelum menyambutnya, kita perlu melakukan muhasabah, yakni introspeksi diri atas amal ibadah yang telah kita lakukan selama ini. Bukan sekadar ritual tahunan, melainkan momentum bagi kita untuk semakin dekat dengan Allah. Oleh karena itu, kita harus bertanya pada diri sendiri:
- Apakah ibadah kita selama ini sudah sesuai dengan yang diperintahkan Allah?
- Apakah setelah Ramadan tahun lalu ada peningkatan dalam ketakwaan kita, atau justru menurun?
- Sudahkah kita menggunakan nikmat umur dengan sebaik-baiknya untuk mendekatkan diri kepada-Nya?
- Sudahkah kita lebih banyak merencanakan ibadah yang lebih banyak dan berkualitas selama Ramadan atau hanya euforia semata?
- Bagaimana cara kita melewati hari-hari kita setelah Ramadan berlalu?
Muhasabah ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍۢ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)
Mujahadah: Bersungguh-sungguh dalam Memperbaiki Diri
Setelah melakukan muhasabah, langkah berikutnya adalah mujahadah, yaitu bersungguh-sungguh dalam memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas ibadah. Ramadan adalah waktu terbaik untuk melatih diri dalam melakukan ibadah dengan lebih baik, mulai dari salat, membaca Al-Qur’an, berpuasa, hingga bersedekah. Rasulullah Saw. bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang berpuasa Ramadan dengan iman dan mengharap pahala (dari Allah), maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Namun, perjuangan dalam meningkatkan ibadah ini tidaklah mudah. Godaan dari hawa nafsu dan lingkungan sekitar akan selalu ada. Oleh karena itu, kita harus memiliki tekad yang kuat untuk mempertahankan kebiasaan baik yang kita mulai di bulan Ramadan, sehingga ibadah kita tidak hanya meningkat selama sebulan, tetapi terus berlanjut sepanjang tahun. Allah telah menjanjikan jalan kebaikan bagi mereka yang bersungguh-sungguh dalam beribadah:
وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُوا۟ فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”
(QS. Al-Ankabut: 69)
Muraqabah: Merasakan Kehadiran Allah dalam Setiap Langkah
Selain muhasabah dan mujahadah, kita juga harus menerapkan muraqabah, yaitu kesadaran bahwa Allah senantiasa mengawasi setiap perbuatan kita. Dengan keyakinan ini, kita akan lebih berhati-hati dalam bertindak dan lebih termotivasi untuk melakukan kebaikan.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
إِنَّ ٱللَّهَ يَعْلَمُ غَيْبَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ وَٱللَّهُ بَصِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Sesungguhnya Allah mengetahui yang gaib di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Hujurat: 18)
Ketika kita yakin bahwa Allah selalu melihat kita, maka kita akan berusaha menjaga amal dan menjauhi segala larangan-Nya. Ramadan adalah bulan di mana kita bisa melatih muraqabah ini, karena selama sebulan penuh kita diajarkan untuk menahan diri dari segala hal yang dapat mengurangi pahala ibadah kita.
Sebagai penutup, marilah kita lihat apakah orang-orang yang di Ramadan tahun lalu masih tarawih, tadarus, sahur, dan berbuka bersama kita kini sudah tidak ada lagi. Ada yang terpisah karena jarak atau terpisah karena kematian. Dengan merenungi hal kecil seperti itu senantiasa kita akan selalu maksimal dalam tiap hari di Ramadan untuk beribadah dengan maksimal. Tidak ada yang dapat mengetahui perjalanan kehidupan kita selama satu tahun dalam kehidupan ini. Oleh karena itu, kita dapat menyambut Ramadan dengan hati yang bersih, penuh kesadaran, dan semangat untuk meningkatkan ketakwaan. Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk menjadikan Ramadan kali ini sebagai yang terbaik dalam hidup kita dan masih dapat bertemu lagi dengan Ramadan di tahun-tahun mendatang. آمِيْن يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن.