Nilai-nilai profetik akan selalu mengalami pengikisan. Pengikisan itu dilakukan orang-orang zalim yang menolak kebenaran dan berupaya untuk melenyapkannya.
al-Quran menyebutkan orang yang demikian hakekatnya hati dan akal jernih mereka menerima namun pemikiran dan perilakunya menolak. Kemudian Allah menutup hati mereka, sehingga ketika datang kebenaran, mereka langsung menentangnya. Artinya, ketika petunjuk sampai kepadanya, hatinya menolak, Allah pun menutup hidayah padanya. Telinganya pun tersumbat, sehingga apapun langkah, strategi untuk meluruskan atau mengembalikannya ke jalan yang benar, ma ia langsung muncul mengnghadang untuk menolaknya.
Penolakan Petunjuk
Terkisisnya nilai-nilai profetik tidak serta merta dan tiba-tiba, tetapi ada sebab yang melatarbelakanginya.
Datangnya petunjuk kapan pun dan di mana pun, namun ketika hati menolaknya, maka petunjuk akan tertutup. Alquran menarasikan adanya orang-orang zalim yang secara sistematis menolak kebenaran, sehingga Allah pun menutup hatinya.
Kondisi inilah yang membuat Allah membalas mereka dengan menutup hatinya dari cahaya kebenaran. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya:
وَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِاٰ يٰتِ رَبِّهٖ فَاَ عْرَضَ عَنْهَا وَنَسِيَ مَا قَدَّمَتْ يَدٰهُ ۗ اِنَّا جَعَلْنَا عَلٰى قُلُوْبِهِمْ اَكِنَّةً اَنْ يَّفْقَهُوْهُ وَفِيْۤ اٰذَا نِهِمْ وَقْرًا ۗ وَاِ نْ تَدْعُهُمْ اِلَى الْهُدٰى فَلَنْ يَّهْتَدُوْۤا اِذًا اَبَدًا
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, lalu dia berpaling darinya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sungguh, Kami telah menjadikan hati mereka tertutup, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka. Kendati pun engkau (Muhammad) menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk untuk selama-lamanya.” (QS. Al-Kahf : 57)
Ketika datang petunjuk pada mereka agar tidak memperkaya diri hingga rakus dalam mencari harta, maka langsung khawatir dan berupaya untuk menyerang balik. Artinya, ketika datang para pihak yang mengingatkan adanya korupsi yang merusak sendi-sendi bernegara dan menyengsarakan rakyatnya, mereka justru menjerat para pengkritiknya dengan pasal penyebar berita palsu atau telah memfitnah terhadap dirinya sebagai pejabat negara.
Oleh karenanya, pantas apabila Alquran menyebutnya sebagai orang yang zalim dan hatinya telah berkarat.
Dikatakan berkarat karena ketika datang berbagai nasihat untuk berhenti dari tindak kejahatam, justru melakukan perlawanan sengit dan berupaya untuk menghancurkan balik
Mengolok-Olok Kebenaran
Islam datang dengan mengutus seorang rasul tidak lain untuk memberi pilihan di antara dua pilihan berikut konsekuensinya. Rasul pun memberi jaminan bahwa ketika mengikuti petunjuk, maka akan mendapat kegembiraan dan kebahagiaan.
Sebaliknya ketika menyelisihinya, maka berakhir kesengsaraan dan penderitaan. Rasul pun menganjurkan umatnya untuk berperilaku jujur, adil, dan lurus.
Namun orang-orang yang menentang anjuran itu justru menolak dan berupaya untuk melenyapkannya. Upaya menolak dan melenyapkannya serta terus mengolok-olok petunjuk yang disampaikan rasul ditegaskan Alquran sebagaimana firman-Nya:
وَمَا نُرْسِلُ الْمُرْسَلِيْنَ اِلَّا مُبَشِّرِيْنَ وَمُنْذِرِيْنَ ۚ وَيُجَا دِلُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِا لْبَا طِلِ لِـيُدْحِضُوْا بِهِ الْحَـقَّ وَا تَّخَذُوْۤا اٰيٰتِيْ وَمَاۤ اُنْذِرُوْا هُزُوًا
“Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan; tetapi orang yang kafir membantah dengan (cara) yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan yang hak (kebenaran), dan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan apa yang diperingatkan terhadap mereka sebagai olok-olokan.” (QS. Al-Kahf : 56)
Di saat datang peringatan untuk berperilaku jujur, menegakkan keadilan, dan menebar kebaikan, justru bereaksi dengan keinginan melenyapkan kebenaran itu. Fir’aun merupakan contoh pemimpin zalim yang hingga saat ini ditiru oleh sebagian pemimpin milenial, Betapa tidak, Fir’aun telah melahirkan pribadi-pribadi yang mirip Qarun, yang rakus numpuk kekayaan dan memperkaya diri di tengah sebagian besar kelompok masyarakat hidup dalam penderitaan.
Fir’aun juga memberi ruang tumbuhnya penguasa-penguasa jahat seperti Hamman yang menjadi raja-raja kecil yang melahirkan kebijakan yang mengeksploitasi kekayaan sumber daya alam tetapi untuk memperkaya diri, kelompoknya dan abai terhadap kemiskinan yang melanda sebagian besar rakyatnya.
Bahkan pemimpin model Fir’aun, Qarun, dan Hamman bersinergi untuk memecah belah dan mengadu domba masyarakatnya sehingga terjadi pembelahan dan saling hujat serta ingin menghilangkan eksistensi pihak -pihak yang berseberangan.
Kalau Fir’aun pernah bermimpi adanya cahaya masuk ke dalam istananya, dan elite yang mengelilinya membenarkan langkah Fir’aun untuk membunuh anak laki-laki, maka pada saat ini, elite pemimpin membenarkan kebijakan untuk menutup celah masuknya cahaya kebenaran dengan menghalangi calon pemimpin yang potensial menggantikannya.
Rakyat pun susah tidak kuasa melihat kepemimpinan yang tidak memberi perubahan ke arah perbaikan hidup, sehingga sebagian besar mereka sudah menengadakan tangan mereka meminta tolong kepada Allah.